Selasa, 15 Desember 2015

Sendiri Menyepi

Diposting oleh annhee pitunggal di 16.20
Duduk sendiri menatap hamparan ladang singkong yang baru selesai ditanami. Disampingnya, pohon karet berbaris rapi seperti tentara-tentara yang tegap berdiri. Pohon-pohon sawit gagah berdiri dibelakangku.
Dalam sepi,,, aku bahkan bisa mendengar bisikan angin yang menelisik disela daun-daun. Kelepak sayap burung yang terbang rendah, semarak awan yang menggantung dilangit sore ini seakan ingin menjelaskan bahwa bola langit ini terhampar luas bagai tiada ujung.
Sesungguhnya aku tak benar-benar sendiri. Kau lihat pepohonan ang berjajar tenang memijak bumi yang tanahnya merekah karena lama tak tersentuh hujan? Kau dengar desis angin, kelepak sayap, bahkan siulan burung tekukur dipucuk pepohonan, awan-awan yang menggantung, semua bersamaku. Dan tak ayal, disana, diatas ‘Arsy yang tinggi ada Dia yang bersemayam menyaksikan gerak semesta serta polah setiap makhluk yang menghuninya.
Tapi, desis angin, gesekan daun, kelepak sayap, tentu saja bukan sesuatu yang bisa ku ajak bercakap untuk mendapat jawaban dari beribu pertanyaanku. Ahaa... untuk itulah aku duduk disini.
Ditempat yang sepi ini, aku bisa lebih banyak berpikir, merasa, merenungi semua yang telah ku lakukan. Ditempat yang sepi ini aku bisa ‘bercerita’ dengan lapang. Ditempat yang sepi ini aku bisa mengekspresikan gejolak yang tumbuh di hatiku. Rabb... temukan aku dengan kedamaian...


Saat aku mulai berubah.
Sebuah pepatah mengatakan didunia ini tidak akan ada yang tak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Dan aku tidak termasuk dalam pengecualian itu. aku berubah, sesuatu yang pasti. Sesuatu yang pasti juga dialami setiap manusia. Tapi berubah itu memiliki dua kutub; positif dan negatif. Maka, kearah manakah perubahanku? Positif atau negatifkah?
Dahulu aku adalah orang yang memiliki prinsip yang jelas dan teguh dalam memegang prinsip itu. aku bahkan bersikap keras jika ada orang atau hal-hal yang menggesek prinsipku. Aku tak segan-segan memarahi (jika itu seseorang) dan tak segan-segan meninggalkan(jika itu adalah benda atau perbuatan). Namun, jika sesuatu itu selaras dengan prinsipku aku bahkan rela memperjuangkan segalanya karena sesuatu atau seseorang itu dekat dengan prinsip yang kuyakini.
Waktu berlalu... jalanan liku membentang dihadapanku. Menjadi mahasiswa ini ternyata membuatku mengembang sekaligus mengerdil. Mulanya aku merasa bangga dengan prinsipku yang merupakan jelmaan jatidiriku. Aku pun tak perlu malu atau takut mengatakan sesuatu itu benar jika memang itu benar, dan salah jika memang itu salah, meski harus ada orang yang marah atau terluka karena itu. bagiku kebenaran harus diperlakukan sebagaimana mestinya; diungkap, bukan disembunyikan.
Perjalananku, disemester kedua mulai sampai dijalan yang berkelok dan bergelombang. Hatiku yang selalu percaya pada prinsip perlahan tergores oleh sentilan akta yang dilontarkan oleh seseorang yang sayangnya waktu itu ku anggap sejalan dengan prinsipku. Aku merasa sakit bukan main. Demam berkepanjangan. Bahkan aku merasa sangat terpuruk ketika aku harus menghadapi dua hal yang sama-sama selaras dengan prinsipku mulai saling berrebut peran. Waktu itu mk dan dei fossei adalah ujian terberat dari prinsip yang kuyakini.
Namun apa boleh kata, nuraniku lebih memilih fossei ketimbang mk, meski pada akhirnya aku harus menambah luka kedua dari murobbi mk-ku, goresan yang membekas meski tak lebih dalam dari goresan pertama. Demamku bertambah-tambah seiring bertambahnya kecintaanku pada fossei. Saat itu dua dari 3 hal yang kuanggap selaras dengan prinsipku perlahan pudar warnanya; Kammi dan ldk.
Waktu terus mengalir dan takkan pernah kembali seperti air yang takkan mungkin berubah haluan kehulu ketika ia telah menuju hilir. Lukaku belum lagi sembuh. Tapi Tuhan menjawab do’a yang ditiap sujud ku junjungkan. Dia utus seseorang yang ku anggap dan ku rasa, dan merasa selaras dengan jalan hidupku. Lukaku perlahan terobati. Saat itu aku duduk bersimpuh, Rabb semoga ukhuwah ini kekal bersama-Mu.
Kehilangan ukhuwah sama dengan mengikis prinsipku. Di perjalanan  yang selanjutnya ini aku terjerembab dalam lubang yang dalam. Tak hanya dalam, lubang itu dipenuhi ranjau yang tajamnya mencabikku, aku luka disana-sini. dalam gelapnya lubah itu, aku terkapar dalam kesendirian. Aku berkali bertanya pada musafir yang lewat; maukan menolongku? Mereka hanya menganggukkan kepala kemudian berlalu...
Mungkin ini karena prinsipku yang terlalu kolot, pikirku. Maka perlahan aku mulai mencopoti prinsipku satu-persatu yang telah sekian lama melekat erat dalam diriku.
Keberanianku berubah pengecut, semangatku karena Allah berubah untuk pujian manusia, kesabaran dan ketabahanku berubah menjadi amarah. Aku mulai berani memasang foto di facebook, berhaha hihi dengan lawan jenis bahkan hingga diatas jam 9 malam. Enatah apa, aku hanya merasa semua itu sebagai pembalasan atas masa remaja yang terrenggut karena prinsip sialan itu. dan ternyata itu tak menenangkanku.
Sekarang, aku telah jauh melangkah. Aku berbalik, memandang jalan yang telah kulalui, menyimak masa yang telah terlewat. Mengapa aku menjadi lebih buruk daripada sebelumnya???
Aku bisa melihat bayangan itu, ketika aku berdiri gagah menentang segala sesuatu yang tak sejalan denganku, ketika aku gigih memperjuangkan keyakinanku. Sekarang apa? Aku hampir tak punya semua itu.
Kembali aku sendiri... langit mulai berubah merah saga. Angin tak lelah berbisik menggetarkan daun-daun, membuatnya tampak bernyawa. Burung masih bernyanyi, tapi cahaya langit mulai sirna, langit menggelap.
Dalam kesendirian ini, aku menemui diriku yang dulu. Mencari jawaban atas pertanyaanku; siapa aku? Untuk apa aku hidup? Bagaimana seharusnya aku hidup? Sudahkah aku sesuai dengan yang seharusnya? Jika iya, bagaimana agar aku bisa bertahan? Jika tidak, mengapa dan bagaimana caraku kembali dan menjadi lbeih baik lagi...
Pencarian ini, belum mengantarkanku pada jawab yang kucari. Tapi lolongan anjing dikejauhan mengingatkanku untuk kembali. Kembali menjalani duniaku saat ini dengan membawa sdikit jawaban dari penyendirian yang kulakukan.
Rabb... aku ingin kembali

Selasa, 26 Agustus 2014 jam 17.08-17.58

0 komentar:

Posting Komentar

 

Anik Winarsih Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea