“Orang-orang seperti
kita ini akan mati jika tak punya mimpi” begitu kata fenomenal yang diucapkan
Arai dalam serial Sang Pemimpi. Begitu fenomenalnya power sebuah mimpi. Dan
mereka pun terlontar menuju dunia yang mereka mimpikan. Bukan sekedar ilusi,
Paris yang jauhnya tak berbilang meter pun berhasil ditapaki.
“Secuil mimpi yang kau
genggam erat akan mampu meruntuhkan dinding-dinding penghalang yang tebal
menghadangmu.” Itulah kalimat ajaib pertama yang dikenang Elsa. Saat itu ia masih
duduk dibangku kelas tiga Sekolah Dasar Negeri 2 Buja. Pulang sekolah, hari itu
ia tidak menyambangi tempat mangkal ayahnya yang seorang penjual bakso keliling
di depan gereja Katolik Santa Maria.
Ia yang biasa membantu
ayahnya kini beralih pada buku-buku ‘Anak Sholeh-sholehah’nya Nakia, rekan
sebangkunya. Sejak seminggu terakhir Elsa begitu tertarik terhadap pelajaran
Agama Islam, tepatnya setelah Pak Kartubi-guru agamanya- menceritakan tentang
kisah Nabi Isa AS dan ibunya, Maryam. Elsa yang pada hari itu sedang malas
keluar kelas memilih bertahan ketika Pak Kartubi dengan sopan mempersilakan
murid-murid non-muslim meninggalkan kelas.
“Boleh saya tinggal
dikelas pak, saya lagi kurang enak badan.” Terangnya pada guru paruh baya itu.
Permintaannya pun diluluskan. Dan ia pun justru menjadi siswa paling antusias
dengan pelajaran Agama Islam siang itu.
Jemarinya yang lentik
mulai lincah memainkan pena, menulis di kolom perbedaan Islam dan Katholik
dalam memosisikan Isa. Islam mengajarkan bahwa Isa hanyalah seorang nabi,
manusia biasa yang diutus Tuhannya melalui perantaraan Maryam. Isa sama sekali
bukan anak Tuhan sebagaimana yang diajarkan di agamanya.
0 komentar:
Posting Komentar