Selasa, 15 Desember 2015

Petang Menghunus

Diposting oleh annhee pitunggal di 16.25
“astaghfirullahaladziim, cobaan apa lagi ini ya Allah...” gumamnya lirih dalam batinnya yang dikurung perih. Sementara dibalik pintu kamarnya serapah berjejalan memenuhi tiap inci ruang keluarga. Tak ada satu patah pun yang sedap didengar ataupun lega disimpan dihati.
“Astaghfirullahaladziim,” lirih, namun memantul menjadi getaran yang meruntuhkan bening diujung matanya. Paru-paru tlah disesaki udara yang belum lagi usai keluar-masuk tenggorokan. Dunia senyap, hanya helaan karbondioksida yang baru lolos dari paru-paru yang menyertai.
Betapa menjadi mutiara ditengah lumpur yang pekat itu amatlah memedihkan. Putihnya tak juga mampu mengakulturasi hitam disekitarnya. Semua tetap menjadi dirinya masing-masing yang terpisah dalam kesatuan. Hitam adalah hitam, dan putih tetaplah putih.
“Sudahlah, susah bicara dengan orang yang pandai. Seperti berbicara dengan keledai saja.” Umpatan yang serupa terus terlontar.


“Astaghfirullahaladziim,” gerimis semakin deras, melahirkan riak kecil dipipi-pipinya yang menirus. Matahari terbenam, dan membawa pergi kedamaian bersamanya. Tak ada yang tersisa selain keping hatinya yang berserakan. Hatinya yang melunak kembali mengkristal. Adakah kehidupan yang baik sesudah ini?
***
Ia baru saja menyelesaikan tilawahnya magrib itu, dan bangkit menemui gelas minum untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Handphone bututnya berdering pula kala itu. Nomor baru, “Hallo,”
“Raya, motornya yang ijo udah ada, tapi ada sedikit kecacatan di bagian sayapnya. Gimana? Mau tetep diambil apa mau nunggu nyari lagi?”
“Emm, ini tante Elli?, gini aja tante, kira-kira berapa lama lagi barangnya ada?”
“Wah, kalau itu saya kurang tau, mungkin satu minggu lagi. Gimanya?”
“Ya udah deh, Raya tunggu sampe seminggu lagi.”
“O gitu, ya udah.” Tut tut tut, telepon pun terputus.



0 komentar:

Posting Komentar

 

Anik Winarsih Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea