Pelajaran hari ini:
Saat aku sedang
mencuci peralatan makan, tiba-tiba gelas yang sedang kusabun pecah. Tak ayal,
tanganku pun tergores cukup dalamd dengan panjang sobekan sekitar 2 cm. Perih,
tentu saja. Lalu apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus berhenti? Jika
aku berhenti lalu bagaimana dengan jumlah perkakas kotor yang masih sangat
banyak ini?
Menyadari bahwa aku
baru saja memulai pekerjaanku membersihkan perkakas dari kotoran, maka ku
abaikan sejenak perih dilukaku. Darah masih terus mengalir, bahkan menyatu
dengan busa sabun cuci, membentuk gelembung kecil berwarna merah. Namun, jika
aku berhenti siapa yang akan bertanggung jawab dengan perkakas ini, dan
tentunya aku akan dimarahi orang tuaku karena tidak menyelesaikan tugasku
dengan baik.
Alhamdulillah,
perihku mereda bersamaan dengan selesainya pekerjaanku. Fiuh...
Akhi ukhti, begitu
pulalah dakwah. Mengajak seseorang menuju pada keimanan dan ketaqwaan, ibarat
membersihkan piring dan gelas dari kotoran. Mengajak seseorang bertaubat dan
meninggalkan keburukannya dimasa lampau. Untuk kemudian menjadi gelas dan
piring yang bersih dan tak berpenyakit.
Adakalanya kita
tersakiti, terluka, bahkan hingga kehilangan harta dan nyawa. Jika sudah
begitu, banyak yang memilih menyerah, berhenti berdakwah. Namun tak sedikit
pula yang tetap bertahan, menyelesaikan tugasnya hingga akhir.
Bagi mereka yang
memutuskan untuk terus bertahan, tak ayal perih itu, luka itu terus
menghampiri. Rasa perih akan menyatu dalam diri kita, membaur bersama nafas
kita, hingga perih itu tiada kan lagi terasa. Dan pada akhir perjuangannya,
yaitu ketika ajal menjemput ia akan jumpai betapa banyaknya piring dan gelas
yang semula kotor menjadi terang bersinar. Dan disanalah kebahagiaan
menggantikan perih dengan syurga-Nya.
Adapun orang yang
memilih menyerah, maka ancaman Allah akan menyertainya. Perih pun takkan lekang
darinya, membersamainya selalu bahkan sesudah kepergiannya meninggalkan dunia.
Dan lihatlah akhir dari orang-orang yang lari dari jalan Allah.
0 komentar:
Posting Komentar