Minggu, 13 Desember 2015

Kasih Seorang Ayah

Diposting oleh annhee pitunggal di 22.39
Hari ini aku benar-benar merasa telah menjadi seorang ayah. Putri sulungku satu-satunya telah memasuki usia sekolah dan hari ini adalah hari pertama ia memasuki pendidikan anak usia dini. Sudah lama kami mendambakan seorang anak. Kami baru memiliki anak tiga tahun kemudian sejak pernikahan kami 6 tahun lalu.
Putriku telah siap dengan seragam ungu yang dikenakannya. Rambut yang diikat dua dengan hiasan kecil diatasnya membuatnya semakin cantik. Aku sendiri sudah rapi dengan setelan celana pastel dan kemeja ungu peninggalan masa lajangku dulu. Aku kemudian mendudukkannya diboncengan belakang motor bututku.


Jarak antara sekolah dengan rumah bisa terbilang dekat. Hanya sekitar dua kilometer yang sebenarnya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Namun, karena ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, aku ingin mengantarkannya menggunakan motor, putriku ini senang sekali naik motor. Setelah salam dan berpamitan, kami pun bergegas menuju sekolah. Bagaimanapun kami tak boleh terlambat.
Ntah mengapa, pagi ini jalanan sangat padat. Padahal dihari-hari biasanya jalanan yang kulalui ini cenderung lengang dari kendaraan. Hanya beberapa motor dan angkot yang kerap berseliweran. Hatiku was-was, takut kalau-kalau kami terlambat. Aku tak ingin putriku malu dengan teman-temannya.
Ku pacu motorku dengan kecepatan yang sedikit lebih tinggi. Namun padatnya kendaraan membuatku harus banyak mengerem agar tidak menabrak kendaraan didepanku. Aku semakin gelisah, karena jam menunjukkan 07.24. Enam menit lagi kelas putriku masuk.
Aku mengarahkan motorku menuju gang didepan jalan. Mencari jalan alternatif. Padatnya kendaraan tetap membuatku tak dapat berkutik. Satu-satunya jalan adalah mendahului truk besar yang ada dibagian paling depan yang berjalan sangat pelan. Ku kumpulkan keberanianku, karena aku tak pernah melakukan ini sebelumnya. Demi putriku, akan kuterobos laskar kuda-kuda  besi ini.
Ketika hampir melewati kepala truk, tiba-tiba dari arah berlawanan muncul motor dengan kecepatan tinggi dan menyenggol motorku yang saat itu hampir berada di jalur kanan yang berlawanan arah. Putriku terjatuh. Menyadari hal itu, refleks aku menghentikan motorku dan berlari menyelamatkan putriku. Aku berhasil mendekap tubuhnya, namun belum sempat aku membawanya ke tepi, ban truk telah mencapai tubuh kami. Ku dorong putriku agar tak ikut terlindas sementara ban truk telah mencapai tanganku.
Tuhan, inikah ajalku?, teriak batinku lirih. Tapi mengapa harus dihari yang membahagiakan ini? Ban truk semakin sadis menggilasku. Aku tak mampu merasakan apapun lagi. Ntah apa yang terjadi kemudian. Di ujung nafasku, aku mencari sosok putriku. Dia, ada didepanku. Tangan kami berpegangan erat. Dia tampak baik-baik saja, bersyukur aku lekas mendorongnya hingga ia tak ikut terlindas. Nafasku sengal, dan terasa semakin sesak. Sekali lagi kulihat putriku, matanya terpejam, tapi tak ada luka satupun ditubuhnya. Aku pun menjemput ajal dengan tenang.
***

Diambil dari kisah nyata yang terjadi dibelahan bumi Indonesia. Senin, 05 November 2012.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Anik Winarsih Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea