TAHUN KELIMA. Aku datang lagi kawan. Untukmu, ya, untukmu.Untuk janji lima tahun lalu yang kita semai bersama di haluan Musi ini. Taksedetik pun aku lupa. Tidak walau sekejap. Dan menungguimu disini, kau tau, akuseperti anak kecil yang menunggui mainannya yang hanyut untuk kembali.
Am, kau pasti senang dengan berita ini. Kau tau, taman
kecildidepan Kuto Besak yang dulu gersang itu, sekarang sudah ditumbuhi
bebungaan.Ada bunga kertas, tapak dara, lidah buaya, melati, dan
bebungaan lain yang takdapat ku eja satu per satu namanya. Dan kau tau,
sebagian yang tumbuh disanaadalah bibit yang kita tanam dua dalam
setahun, lahirmu dan lahirku. Kau selalubilang padaku, bahwa dengan ini
kitaakan terus hidup meski kita telah mati. Kausenang bukan?
Kau pasti senang jikakau tau, sekarang aku tak takut lagi dengan air musi ini am. Benar-benarmenggemberikan bukan? Kini aku tak perlu lagi bergelantung dilenganmu setiapmelintasi ampera yang kata orang gagah ini. Aku tak akan berteriak lagi setiapperahu yang kita tumpangi bergoyang kekanan-kekiri. Tak ada yang kutakuti lagiam. Segala tentang musi ini tak ada yang kutakuti.
Kau tau kenapa? Karena ada yang lebih kutakutkan lagimelebihi riak-riak yang kubenci ini, karena ada yang lebbiih kutakutkan lagidari semua hal yang menakutkan tentang Musi ini. Ada yang kutakutkan seribukali lebih dari ketakutan-ketakutan itu am.
Aku rela jika aku bahkan harus berdiri dimoncong perahumesin tua bapak-bapak itu, atau jika aku harus jatuh kedasar musi ini sekalipunam. Aku tak takut. Aku bahkan akan tertawa bahagia bila perahu ini karam danmenyurukkanku kedasarnya. Aku tak takut am. Sudah ku bilang tiada lagi yangkutakuti.
Kau tau kenapa? Karena ada yang lebih kutakutkan am. Saat senjamenghempaskan siang sementara kau tak ada disisiku, itulah yang kutakutkan am. Saataku harus menyemai dan menyirami bebungaan ditaman ini sendirian, itulah yang kutakutkan am. Bahkan saatmalam memuncak, kembang api bertaburan dilangit timur dan barat sedang kau takdisini, itulah yang kutakutkan am.
Dihaluan Musi ini am, untuk terakhir aku datang. Bersama segalaketakutan yang takut akan ketakutan-ketakutanyang manakutiku. Untuk terakhir kalinya,kulepaskan takutku disini. Biarlah ia menakuti penakut-penakut yang takut padaketakutan. Karena kini tak ada yang bisa menakutiku selain ketakutankepada-Nya. Ya Dia Sang Penakluk segala ketakutan, Dialah Rabb Semesta Alam.
Kau pasti senang jikakau tau, sekarang aku tak takut lagi dengan air musi ini am. Benar-benarmenggemberikan bukan? Kini aku tak perlu lagi bergelantung dilenganmu setiapmelintasi ampera yang kata orang gagah ini. Aku tak akan berteriak lagi setiapperahu yang kita tumpangi bergoyang kekanan-kekiri. Tak ada yang kutakuti lagiam. Segala tentang musi ini tak ada yang kutakuti.
Kau tau kenapa? Karena ada yang lebih kutakutkan lagimelebihi riak-riak yang kubenci ini, karena ada yang lebbiih kutakutkan lagidari semua hal yang menakutkan tentang Musi ini. Ada yang kutakutkan seribukali lebih dari ketakutan-ketakutan itu am.
Aku rela jika aku bahkan harus berdiri dimoncong perahumesin tua bapak-bapak itu, atau jika aku harus jatuh kedasar musi ini sekalipunam. Aku tak takut. Aku bahkan akan tertawa bahagia bila perahu ini karam danmenyurukkanku kedasarnya. Aku tak takut am. Sudah ku bilang tiada lagi yangkutakuti.
Kau tau kenapa? Karena ada yang lebih kutakutkan am. Saat senjamenghempaskan siang sementara kau tak ada disisiku, itulah yang kutakutkan am. Saataku harus menyemai dan menyirami bebungaan ditaman ini sendirian, itulah yang kutakutkan am. Bahkan saatmalam memuncak, kembang api bertaburan dilangit timur dan barat sedang kau takdisini, itulah yang kutakutkan am.
Dihaluan Musi ini am, untuk terakhir aku datang. Bersama segalaketakutan yang takut akan ketakutan-ketakutanyang manakutiku. Untuk terakhir kalinya,kulepaskan takutku disini. Biarlah ia menakuti penakut-penakut yang takut padaketakutan. Karena kini tak ada yang bisa menakutiku selain ketakutankepada-Nya. Ya Dia Sang Penakluk segala ketakutan, Dialah Rabb Semesta Alam.
0 komentar:
Posting Komentar